Bismillah,
Kenapa ya banyak orang tua yang menilai kecerdasan itu hanya kecerdasan intelegensi saja? Setiap musim pembagian raport yang ditanyakan selalu tentang peringkat. "Rangking berapa?", "Gimana, raportnya bagus ngga?" Seolah parameter kecerdasan hanya intelegensi semata.
Ketika anak kita mempunyai nilai yang bagus, rangking pertama di kelas, maka sebagai orang tua bangga lah kita. Padahal yang mendapat rangking kan anak kita tapi yang bangga kok kita ya? Hihi.. Lalu ketika anak kita jeblog di bidang akademik, merana lah diri kita. Dunia serasa runtuh. Masa depan anak kita pun terasa begitu suram.
Kenapa begitu?
Walaupun sebagai orang tua kita memahami bahwa kecerdasan anak beragam. Bukankah sudah banyak yang faham tentang Multiple Intelligence? Banyak yang faham bahwa ada delapan jenis kecerdasan anak yaitu, cerdas bahasa, cerdas logika/matematika, cerdas visual spasial, cerdas musik, cerdas gerak, cerdas alam, cerdas sosial dan cerdas diri. Masing-masing anak mempunyai kesempatan untuk cerdas di berbagai bidang sesuai dengan 'passion'nya.
Kenapa kita bangga ketika anak kita masuk ke sekolah favorit ya? Heuheu... mungkin di alam bawah sadar kita sudah tertanam bahwa yang namanya cerdas itu yang cerdas di bidang akademiknya. Titik. Tanpa koma !
Mungkin paradigma anak yang pintar itu yang cerdas intelegensinya, sudah terekam begitu kuat di alam bawah sadar kita rupanya.
Siapa yang lebih cerdas Mozart atau Enstein? Siapa yang lebih cerdas Habibie atau Rudi Hartono? Siapa hayoo? Apakah Habibie lebih cerdas dari Rudi Hartono?Batin saya menjawab Habibie lho..! Padahal mereka sama-sama cerdas ya.. Di bidang masing-masing tentunya.
Saya punya pengalaman ekstrim sekali. Sewaktu reunian SD, 3 Desember 2011 kemarin, tampil ke depan seorang teman saya yang dulu di kenal bengal dan bodoh. 2 -3 tahun tidak naik kelas. Siapa sangka sekarang sudah hidup sangat mapan. Nikah muda, punya anak lima orang. Dua orang sudah menjadi dokter, satu orang masih kuliah di Akpol dan dua lagi masih sekolah di SMA. Kami? Rata-rata paling besar anaknya masih SMP an hihi..... paling banter SMA lah..
Ada contoh yang ektrims lagi, seseorang yang sekarang menjadi orang hebat. Sejak kecil sakit-sakitan. Sering tidak masuk sekolah. Paling bodoh di pelajaran bahasa inggris, satu-satunya anak yang tidak berani tampil di depan kelas. Minder, kuper. Anak orang miskin tinggal di rumah kontrakan.
Sekarang? Bagaimana bahasa Inggrisnya? Siapa sangka ia sempat jadi penerjemah untuk proyek PBB, dosen untuk kelas internasional dan pengarang lagu dengan lirik Bahasa Inggris. Bagaimana dengan sifat tidak PD nya? Siapa sangka sekarang ia menjadi seorang dosen juga seorang pembicara nasional. Pergaulannya? Ratusan ribu teman-temannya tersebar di seluruh Indonesia. Pengaruhnya meningkat berpuluh kali lipat melalui seminar-seminar, buku-buku dan bisnisnya. Keuangannya? Ia pun memiliki beberapa bisnis. Dialah seorang Ippho Santosa!
Jadi sebenarnya kita tak perlu merasa kecil hati ketika anak kita tidak pintar secara akademik. Tak perlu memandang sebelah mata ketika ia rangking di bawah 10 besar. Tidak semua anak berpotensi menjadi seperti Enstein.
Menjadi tugas kita sebagai orang tua untuk mengembangkan pola unik kecerdasan setiap anak. Tugas berat memang. Tapi itu sudah menjadi kewajiban kita yang mengaku sebagai orang tua.
Kita bisa membantu anak tumbuh lebih cerdas dengan mengeksplorasi anak dengan beragam aktivitas, agar dapat kita temukan bakatnya sejak dini !!
Waah PR besarku niih..!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih telah mampir dan silakan tinggalkan jejak ^_^