Cimahi, 9 Juli 2012
Bismillah,
Berulang kali saya menghapus air mata yang tiba-tiba menganak sungai di pipi. Entah karena sedang terkena PMS hingga menjadi sedikit lebay atau memang ia sangat berkarisma hingga mampu membuat diriku menangis setiap melihat tatap matanya ketika memandang anak-anak dengan segenap kasih.
Ya dialah pribadi Munif Chotib yang mampu membuat saya menangis dalam gelap berkali-kali. Untung sekali suasana Gedung Sabuga di setting gelap hingga tidak ada yang melihat saya menangis, malu juga rasanya kalau ketahuan, rasa-rasanya memang saya sedang sedikit sensi hari ini.
Beruntung juga saya memaksakan diri bisa hadir mengikuti seminar ini, setelah sebelumnya banyak hal yang hampir menghambat kepergian saya. Itu juga yang pastinya dirasakan oleh lebih dari seribu peserta seminar yang hadir memadati Gedung Sabuga. Seminar yang diadakan oleh Indonesia Juara itu memang sangat menginspirasi, menghadirkan sosok Munif Chotib seorang pencita anak dan pendidikan sejati. Penulis banyak buku yang empat diantaranya kini banyak menjadi rujukan dalam mendidik anak yaitu Sekolahnya Manusia, Gurunya Manusia, Orangtuanya Manusia dan Sekolah Anak-Anak Juara.
Acara diawali dengan tampilan angklung binaan Sekolah Juara yang telah menjadi juara harapan 1 se Indonesia kejuaraan angklung yang diadakan ITB. ( Sebetulnya saya tak tahu pasti apakah ini tampilan pertama atau bukan karena saya datang agak terlambat ). Suara merdu sang penyanyi diiringi alunan musik angklung yang dimainkan membentuk sebuah harmoni yang indah untuk didengar. Terpana saya mendengarnya terutama ketika menyanyikan sebuah lagu indah berbahasa latin walau tak memahami isinya tetapi disitu kelebihannya saya jadi fokus menikmati keindahan musiknya.
Pak Chotib memulai pembicaraan dengan menayangkan sebuah slide cerita imajinatif di sebuah hutan yang akan mendirikan sekolah. Peserta pun ramai hadir dan mendaftar. Datang seekor kelinci ia berkata "aku pandai berlari" setelah di tes ia pun berhasil lulus masuk menjadi siswa di sekolah hutan itu. Di sekolah itu sang kelinci di ajari berenang. Berulang kali di latih kemudian di test ia gagal, meskipun puluhan kali diremedial gagal juga, akhirnya sang kelinci jadi sedih dan menangis. Ia menangis bukan karena sedih ia gagal tetapi sang kelinci sedih karena kemampuan berlarinya lambat laun berkurang.
Siswa kedua seekor elang, ia mendaftar dan berkata "aku jago terbang" setelah di test ia diterima menjadi siswa sekolah hutan itu. Disana ia diajari menggali tanah. Setelah lama dilatih dan di test ia selalu gagal, menangislah sang burung bukan karena kegagalannya tetapi lambat laun kemampuan terbangnya berkurang. Begitu seterusnya binantang-binatang diajari sesuatu yang tidak sesuai dengan kemampuan dan bakat dasarnya.
Sebuah sindiran untuk sekolah-sekolah yang ada di negeri kita... (To be continued)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih telah mampir dan silakan tinggalkan jejak ^_^