Bismillah,
Kurang lebih setahun yang lalu saya pernah menulis tentang kehidupan anak-anak kost dengan segala romantikanya. Sebetulnya ada rasa sungkan menulis tentang hal ini lagi karena saya hanya mampu menuliskan kegalauan saya tanpa mampu memberi solusi yang berarti. Kehidupan bebas di depan mata, namun saya hanya sanggup mengelus dada. Pernah membicarakan hal ini dengan beberapa teman yang kebetulan menjadi dosen di kampus sekitar sini, tapi hal itu tidak memberikan solusi juga ternyata.
Beberapa hari yang lalu, saya sangat dikejutkan kembali dengan apa yang saya temukan, sebuah flash disk tergeletak begitu saja di dapur. Karena bentuknya seperti penghapus putih biru kecil, saya pungut dan disimpan di meja dapur. Kukira memang penghapus anak-anak tetapi memang rada aneh juga penghapus kok bermerek hp, perasaan perusahaan hp tidak maemproduksi penghapus deh. Tapi saya tepis perasaan itu, dan benda itu saya lupakan begitu saja.
Entah siapa yang pertama menyadari benda itu sebuah flash disk, saya lupa, tapi begitu tahu itu flash disk saya segera mengamankannya. Alkisah Miqdad anakku yang kedua meminta izin untuk memeriksa siapa kepemilikan benda itu. Kebiasaan kami ketika menemukan flash disk, kalau jelas pemiliknya ada di cucian punya siapa langsung saja saya simpan di fakturnya. Tapi kalau enggak jelas pemiliknya, kami periksa isinya, bila ada nama atau foto pelanggan yang kami kenal, langsung saja si flash disk kami beri nama, baru kemudian di pajang di etalase laundry. Kalau tak dikenal, flash disk kami pajang tanpa nama, Setelah sekian lama tidak ada yang mengambil dan mengakui kempemilikan flash disk akan kami beli dengan mengganti secukupnya ke kotak infak. Saya pikir daripada tidak berguna seperti itu lebih baik kami beli dan uangnya untuk infak. Kebetulan di laundry kami memang ada kotak infak untuk menampung uang-uang yang tak jelas kepemilikannya yang memang selalu saja ada di setiap harinya.
Kembali lagi pada Aa yang akan memeriksa flash disk tersebut, baru saja dia akan memasang flash disk di kompi, tiba-tiba entah ide darimana saya berseru "Ntar aja Aa.... biar sama abi, khawatir ada virusnya nanti kompinya jadi banyak virus" kataku. Aa menurut ia menyimpan flashdisk itu kembali di tempat semula.
Esoknya saya bertanya kepada abinya tentang flash disk tersebut. Kata abi ia engga kenal siapa pemiliknya tapi flash disk itu banyak film dewasanya. Deg....saya langsung teringat Aa... untung saja Aa saya larang untuk membuka flash disk tersebut.
Penasaran dengan kepemilikannya, karena menurut abi banyak foto pemiliknya, akhirnya saya memeriksa flash disk tersebut. Begitu melihat wajah di foto tersebut, langsung saja saya tahu siapa dia, sempat beberapa kali bertemu ketika pegawai sudah pulang atau belum datang. Saya hafal betul karena anak tersebut begitu peduli dengan uang lima ratus yang lupa saya kembalikan,untungnya saya ingat lalu kembalian itu saya tempel di faktur laundryannya yang sudah selesai. Ternyata beberapa hari kemudian dia menagih uang tersebut.
Saya sedikit heran biasanya mahasiswa yang laundry tidak begitu dengan peduli dengan uang lima ratusan, saya senang saja karena ada mahasiswa yang peduli dengan uang walau sedikit, berarti ia menghargai uang yang dikirimkan oleh orang tuanya.
Di file film flash disk tersebut ada beberapa file dengan nama yang sudah tidak asing lagi, Luna Maya, Cut Tari... hmmmmm.... film dewasa yang beberapa tahun lalu menggegerkan bumi Indonesia ini. Mengerikan, anak yang kelihatannya baik ternyata menyimpan film seperti itu.
Jadi ngeri, saya ingat anak-anakku, harus semakin banyak berdo'a kepada Allah SWT, agar dia yang Maha Kuasa selalu menjaga mereka. Pernah dengar juga kalau film dan foto-foto seperti itu disebar oleh orang yang tidak bertanggung jawab melalui bluetooth di sebuah SD .... hiks....
Sedikit beralih tema saya jadi ingin cerita hape, bagaimana saya menyikapi hp untuk anak-anakku. Saat si sulung kelas enam pernah diberikan hp jadul bekas abinya, hanya bisa sms dan telepon. Lingkungan di rumah memang kurang baik. Anakku sering banget di sms sama lawan jenisnya hanya untuk menanyakan lagi apa? Sudah makan belum? dsb... dsb.. Khawatir dengan pergaulan mereka, akhirnya saya melarang mereka memakai hape.
Anak-anakku sekarang sudah paham sudah tidak bergaul intens lagi dengan mereka, tapi saya tetap tidak memberikan mereka hp, kecuali kalau memang mampu beli sendiri, itu pun dengan berbagai syarat lainnya. Galak ya saya... xixixi... Konsekuensinya uminya hrs rela memberi kebebasan memimjamkan hp pada anak-anak.
Anak-anakku sekarang sudah paham sudah tidak bergaul intens lagi dengan mereka, tapi saya tetap tidak memberikan mereka hp, kecuali kalau memang mampu beli sendiri, itu pun dengan berbagai syarat lainnya. Galak ya saya... xixixi... Konsekuensinya uminya hrs rela memberi kebebasan memimjamkan hp pada anak-anak.
Si tengah kelas lima karena sudah bisa membeli hp sendiri dari hasil tulisannya, jadi punya hp. Tapi alhamdulillah dia mau berbagi sama kaka adik-adiknya. Alhamdulillah dengan cara seperti itu anak-anak tidak ada yang ribut ingin hp, dan saya pun bisa memantau pergaulan mereka juga. Over protective kah? Engga tahu ya... tapi saya merasa aman dengan seperti itu. Selama anak-anak tidak komplain, berarti kebutuhan hapenya terpenuhi dengan cara seperti itu, itu cukup menenangkan saya. Kebetulan juga sekolah anak-anak walau ada yang di negeri (dulunya SMP RSBI) memang melarang siswanya membawa hape.
Saya hanya sedikit ngeri, mereka bisa mengakses foto-foto yang tidak layak mereka buka. Saya takut anak-anak saya seperti mereka para mahasiswa yang sering saya temui. Tidak semua dari mereka seperti itu, tapi saya berani berkata BANYAK dari mereka. Buktinya para pegawai laundry sering menemukan film dewasa serta alat kontrasepsi di cucian mereka.
Hiks... Hiks... ya Allah lindungi kami, lindungi generasi muda negeri ini ya robbi...., lindungi anak-anak kami. Jadikanlah mereka anak-anak yang menjadi penyejuk mata dan hati kami. Aamiin Allohumma Aamiin.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar
Terima kasih telah mampir dan silakan tinggalkan jejak ^_^