Cimahi, 3 Desember 2014
Bismillah,
Pada tahun 2013 yang
lalu Transparancy International (TI) , sebuah organisasi non profit yang
memberikan perhatian secara khusus dan intens terhadap korupsi, melakukan
survei tentang Indeks Persepsi (IP) korupsi di 175 negara. Hasil survei menetapkan Indonesia sebagai
negara rangking 114 dengan indeks persepsi 32.
Indeks Persepsi Korupsi terbaik diraih oleh Denmark dan Selendia Baru
yang meraih IP 91.
Tentu saja hal ini
membuat kita semua miris, mengingat bangsa yang seharusnya menjadi sebuah
bangsa yang besar karena memiliki sumber daya alam yang melimpah dan ditunjang
dengan sumber daya manusia yang banyak pula, terpuruk sedemikian rupa hingga
sejajar dengan negara-negara miskin lainnya. Negara kita terlihat seperti
sebuah negara yang salah dalam pengelolaannya.
Gambar diambil dari smkn3- Denpasar..Sch.Id |
Tak bisa kita pungkiri
memang, mengingat dalam kenyataannya kasus korupsi sudah menjadi sesuatu hal
yang biasa dan sepertinya sudah mendarah daging dalam kehidupan negara kita.
Bukan saja di level para penguasa yang memang nota bene memilik kesempatan
untuk melakukkannya, bahkan di level terendah pun hal itu biasa terjadi.
Dalam kehidupan
sehari-hari, kita melihat korupsi ada dimana-mana. Contoh kasus di depan mata,
dua orang pegawai saya termasuk ke dalam masyarakat yang berhak menerima
Bantuan Langsung Tunai (BLT) sering berkeluh kesah. Dana yang resminya mereka
terima sebesar Rp 400.000,00 dipotong seratus ribu rupiah dengan alasan untuk
diberikan kepada mereka yang tidak kebagian BLT.
Suatu hal yang
mengada-ada saya kira, uang yang seratus ribu itu tidak jelas kemana dan untuk
apa karena dalam realisasinya tidak ada yang dapat mengawasinya. Banyak hal
disekitar kita yang dengan mudah kita temukan untuk membuktikan korupsi memang
terjadi dimana-dimana. Pungutan-pungutan
liar, uang damai pada proses penilangan kendaraan sampai uang parkir di
beberapa tempat yang tidak jelas pengawasan dan pengelolaannya, atau bahkan
uang receh kembalian belanja kita yang tidak jelas akad pembulatan ke atasnya, beberapa
contoh di atas cukup membuktikan bahwa korupsi biasa terjadi di masyarakat
kita.
Di level atas atau para
penguasa dan pejabat pemerintahan sudah tak bisa kita hitung dengan jari,
banyak kasus yang terungkap atau tak jelas ujung rimbanya, seperti kasus BLBI,
Hambalang, Century bahkan yang cukup menghebohkan adalah tertangkapnya ketua MK
Akil Mukhtar yang tersangkut kasus penyuapan.
Apa yang terjadi
sesungguhnya di negeri kita ini sehingga kasus korupsi begitu merajalela? Lalu solusi apa yang bisa menghentikan atau
setidaknya mengurangi korupsi di negara ini sehingga kata korupsi tidak lagi
seolah menjadi trade mark negara kita?
Mengupas tentang
korupsi, terlebih dahulu kita membedah asal kata korupsi yang ternyata berasal
dari kata latin coruptio dari kata
kerja comumpere yang memiliki makna
busuk, rusak, menggoyahkan. Sementara
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia makna korupsi adalah penyelewengan atau
penggelapan uang negara atau perusahaan dan sebagainya untuk kepentingan
pribadi atau orang lain. Di dunia
internasional makna korupsi kita dapat lihat di Black Law Dictionary yang mengandung arti suatu perbuatan yang
dilakukan dengan sebuah maksud untuk mendapatkan keuntungan yang bertentangan
dengan tugas atau kebenaran-kebenaran lainnya.
Berdasarkan makna di
atas beberapa contoh kasus penyelewengan yang saya sebutkan bisa termasuk salah
satu bentuk dari korupsi meski dalam kenyataannya hal-hal kecil tersebut sering
tidak disadari sebagai perbuatan korupsi oleh para pelakunya, hal ini
disebabkan hal itu adalah sebuah
kelumrahan yang sudah biasa terjadi dan dianggap sebuah kewajaran.
Penyebab
Korupsi Tumbuh Subur di Indonesia
Ada dua faktor utama
yang menyebabkan korupsi bisa terjadi.
Pertama adalah sistemnya dan yang kedua adalah faktor manusianya.
.
A. Sistem
Sistem hukum yang
ditegakkan setengah hati dan tebang pilih, dan hukuman yang tidak sebanding
mengakibatkan tidak ada efek jera bagi para pelaku korupsi di negara kita.
Sistem pemerintahan
yang tidak transparan dan kurangnya kontrol dari internal maupun eksternal
memudahkan orang untuk melakukan korupsi.
Seseorang yang tidak berniat korupsi bisa saja tergiur untuk melakukan
korupsi ketika ada kesempatan untuk melakukannya. Pemerintahan yang tidak
transparan cepat atau lambat akan cenderung menjadi pemerintahan yang korup
atau bahkan otoritor serta diktator.
Pemerintah dituntut
untuk bersikap trasnparan dalam menetapkan kebijakan-kebijakan terutama dalam
hal anggaran yang diperlukan dalam pelaksanaan kebijakan tersebut. Dengan transparansi masyarakat yang
membutuhkan informasi akan mudah mengakses informasi mengenai kebijakan dan
serta pelaksanaan bersama anggarannya sehingga menjadi sebuah alat monitoring
serta pengawasan. Transparasi akhirnya
akan meningkatkan akuntabilitas yang lambat laun akan mengurangi bahkan bisa
saja menghentikan prilaku korupsi
Sistem politik di
Indonesia yang membutuhkan biaya mahal menjadi salah satu faktor pemicu tumbuh
suburnya korupsi. Biaya-biaya kampanye yang tidak normal mengakibatkan orang
berpikir ingin mengembalikan modal bahkan menarik keuntungan lebih dari pengorbanan
yang ia keluarkan untuk menduduki sebuah jabatan.
B. Manusia
Faktor kedua adalah manusianya. Secanggih apa pun sebuah sistem bila tidak didukung dengan moral manusia sebagai pelakunya maka tidak akan memberikan hasil yang signifikan. Tindak korupsi akan terus ada dan semakin merajalela selama moralitas pelakunya tidak dapat disadarkan.
Faktor kedua adalah manusianya. Secanggih apa pun sebuah sistem bila tidak didukung dengan moral manusia sebagai pelakunya maka tidak akan memberikan hasil yang signifikan. Tindak korupsi akan terus ada dan semakin merajalela selama moralitas pelakunya tidak dapat disadarkan.
Pemahaman Yang Utuh Terhadap Agama Sebagai Sebuah Solusi
Sebagai negara yang
memiliki latar belakang sosial budaya yang mempercayai adanya Tuhan yang Maha
Esa, sebagian besar masyarakat kita adalah masyarakat yang beragama, bukan
suatu yang mustahil pemahaman kepada agama secara sempurna menjadi sebuah
solusi yang ampuh untuk mengurangi bahkan menghilangkan perilaku korupsi,
terlepas apa pun agamanya. Karena tidak
ada agama yang menghalalkan perilaku korupsi.
Di dalam sejarah Islam pernah tertorehkan bahwa suatu ketika kekhalifahan dipimpin oleh seorang khalifah yang terkenal dengan ketakwaannya. Diceritakan bahwa Khalifah sedang lembur di kantornya, keadaan ruangan gelap hingga terpaksa dipasangkan pelita. Ketika anak sang khalifah datang bertamu, tiba-tiba saja Umar memadamkan pelita kemudian mereka berdua bercakap-cakap dalam keadaan gelap gulita. Ketika ditanya oleh pengawalnya mengapa beliau menerima tamu dalam keadaan gelap. Umar Bin Abdul Aziz menjawab bahwa yang datang itu adalah anaknya, ia datang kepadanya untuk urusan pribadi sedangkan lampu pelita adalah milik negara, hingga sang khalifah tidak mau ada milik negara terpakai untuk keperluan pribadinya.
Banyak kisah lain yang menyentuh
hati, diantaranya kisah Umar Bin Abdul Aziz yang tidak mau menerima pemberian
buah apel karena takut tergolongkan ke dalam suap. Amazing bukan.... ? Lihatlah
hasil dari orang yang memaknai agamanya dengan benar, ini adalah kisah nyata,
bukan cerita di negeri dongeng atau di negara antah berantah.
Negara Indonesia lebih dari 80%
penduduknya penganut agama Islam lalu mengapa korupsi tumbuh begitu subur di
negeri ini? Apa yang salah dengan negara
kita? Menurut pengamatan saya, bila kita break
down pemahaman masyarakat beragama di negeri ini ke dalam sistem pendidikan
sebagai salah satu tempat dimana mereka memahami agamanya maka disanalah kita
akan menemukan asal mula penyebab pemahaman yang tidak menyeluruh tentang
agamanya.
Dalam sistem pendidikan kita, contoh
dalam hal ini agama Islam sesuai dengan yang saya anut, sejak Sekolah Dasar
yang pertama diajarkan adalah tentang bersuci, bacaan-bacaan sholat, do’a-do’a
dan sebagainya. Sesuatu yang sekedar
bersifat ritual dan hafalan saja.
Sementara inti dari agama sebagai way
of live itu sendiri tidak tersentuh.
Itulah yang menyebabkan pendidikan agama di negeri kita tidak menjadikan
seseorang takut pada Tuhan nya. Tidak
takut untuk melakukan pelanggaran-pelanggaran atas titah dan larangan Nya.
Seharusnya pendidikan agama
mengajarkan sesuatu yang mendasar dari
agama itu sendiri, inti dari agama yang seutuhnya. Tentang tujuan penciptaan manusia di dunia,
pemahaman tentang balasan atas setiap prilaku manusia. Memaknai agamanya secara
kaffah atau menyeluruh dari semenjak usia dini akan jauh lebih tertanam dalam
jiwa mereka daripada pemahaman itu mereka temukan ketika dewasa.
Contoh soal tentang kasus daging babi
misalnya. Di dalam agama Islam daging babi adalah haram sudah ditanamkan sejak
usia dini, apa dampaknya ? Kita semua
sudah tahu dampaknya contoh di sekitar tahun 90 an ketika sebuah produk
susu dicurigai dan diteliti ternyata
mengandung minyak babi, maka hebohlah kondisi saat itu, orang beramai-ramai
meninggalkan produk itu hingga produsen produk itu kalang kabut dan melakukan
perubahan konten dari produknya serta sibuk mengkampanyekan itu agar
pelanggannya kembali mengonsumsinya dengan status baru, halal tanpa lemak babi.
Penanaman tentang perbuatan baik dan
buruk, makna yang terkandung dari ibadah ritual sholat misalnya, yang
didalamnya ada pelajaran ketaatan, kedisiplinan akan waktu, kebersihan, berkata
hanya yang baik saja, selalu ingat Tuhannya, menutup aurat. Makna dari syaum
ramadhan yang berbicara tentang kepedulian, menahan hawa nafsu, kesabaran,
kedisiplinan akan waktu (semenit lebih awal berbuka sudah batal) itu yang tidak ada di dalam pendidikan agama
di negara kita.
Jadi saya percaya bahwa
memberikan pemahaman sejak dini tentang agamanya secara menyeluruh akan menjadi
solusi terbaik dalam melawan tumbuh
suburnya korupsi di negara kita.
Untuk saat ini selain
menanamkan hal di atas saya meminjam tips dari seorang kiayi terkenal asal
Bandung yaitu KH Abdullah Gymnastiar yang memberikan tips solusi yang bisa
diterapkan dalam kasus melawan korupsi di Indonesia yaitu :
Mulai dari diri sendiri
Mulai saat ini
Mulai dari hal yang
kecil
Menanamkan pada diri
kita dan keluaga serta orang-orang disekitar kita dari sekarang juga tentang
pentingnya kejujuran contoh soal :
Menanamkan menghargai
milik sendiri dan orang lain sekecil apa pun itu dengan meminta izin bila akan
menggunakannya.
Menanamkan kejujuran
dalam segala hal
Tidak memberikan tips
kepada aparat pemerintah atas tugas yang telah mereka kerjakan
Menjadi warga negara
yang taat aturan
Tidak mencuri waktu
Mudah-mudahan apa yang
kita lakukan, sekecil apa pun itu akan memberikan sumbangsih dalam upaya ikut
serta memperbaiki kehidupan bangsa dan negara kita terutama dalam hal membasmi
perilaku korupsi.
Sumber :
Kamus Besar Bahasa
Indonesia
dunia.news.viva.co.id/.../463931-tiga-negara-terkorup..
id.wikipedia.org/wiki/Korupsi
Tulisan ini diikut sertakan dalam lomba blog "MEWUJUDKAN MIMPI INDONESIA BEBAS KORUPSI" bersama GNPK
Dari word di transfer kesini kok tulisannya jadi jarang2 beginong.... ga bisa di edit hiks...
BalasHapusSelamat Teh Ida, dah aktif lagi menulis... Itu karena dianggap dua spasi. Jadi cara editnya adalah paragraf sesudahnya di-backspace sampai bersatu dengan paragraf sebelumnya, terus di-ENTER, jadi gak ada spasi lagi tapi antar paragraf ada jaraknya... semoga membantu
HapusTerima kasih Kang Sob atas suportnya. Saya coba mudah2an berhasil. terima kasih ya :)
BalasHapus