Bismillah,
Dalam sebuah training tentang ketahanan keluarga disebutkan terdapat tiga hal besar yang menjadi point utama perhatian yaitu:
- Perempuan dan anak dalam agenda internasional
- Manhaj Islam tentang keluarga
- Apa peranan kita ?
Tahapan pertama upaya pengrusakan adalah dengan menciptakan istilah-istilah, dimana istilah itu menjadi opini publik yang menyebar secara masif hingga ke pelosok desa terpencil. Istilah-istilah itu berasal dari kesepakatan yang disusun untuk mengikat negar-negara di PBB. Tercatat beberapa kesepakatan di PBB yaitu tahun 1989 CRC, piagam beijing tahun 2000, Piagam Kairo 1994 dll.
Kesepakatan Internasional tersebut sekilas memang seperti kepedulian terhadap anak dan perempuan tetapi ada poin-poin yang sebetulnya merusak seperti aborsi adalah hak orang tua, usia anak-anak adalah 1 - 18 tahun. Oh My God.... 18 tahun masih anak-anak? Sementara di Canada ada anak laki2 yang sudah menjadi bapak di usia 13 tahun dan sikap PBB terhadap masalah kebebasan sex dikalangan remaja juga ternyata tidak mempermasalahkan yang penting memakai pengaman (lihatlah dalam sejarah Islam seorang Usamah yang berusia 14 tahunan sudah menjadi jendral pemimpin perang). Ada juga konvensi melawan diskriminasi perempuan. Istilah yang tercipta adalah diskriminasi perempuan, KDRT, Pemberdayaan Perempuan, Kesehatan Reproduksi dan sebagainya. Yang realitanya dalam masyarakat menjadi meluas dan menyimpang jauh dari nilai-nilai Islam.
Munculnya istilah gender menjadi salah satu upaya melegalkan adanya LGBT, kalau dulu sex hanya dua male dan female sekarang diganti dengan istilah gender yang menurut ensiklopedia britanica lebih menekankan kepada perasaan sebagai perempuan dan lelaki. Jadi walau fisik laki-laki tetap perasaannya perempuan maka ia boleh menjadi perempuan. My body is mine. My mind, my body, my choice is mine.
Apa itu kesetaraan gender? Persamaan mutlak antara perempuan dan laki-laki. Identitas sexual berganti jadi orientasi sexual. Gender bukan diciptakan oleh Tuhan tapi lebih dibentuk oleh selera, kebiasaan dan aktivitas disinilah kerusakan sudah terlihat.
gbr diambil dari : www. thelgbtcenter.org |
Di Indonesia sendiri, isu LGBT (Lesbi, Gay, Bisexual, Transgender) mulai diwabahkan. Dan tahukan kita? Ternyata wadahnya pun sudah ada, seperti GAYA NUSANTARA dari Surabaya selain itu di layar televisi kita, bukan hal yang asing lagi bahkan mungkin kita sudah akrab melihat peran di dimana laki-laki main jadi perempuan.
Bagi aktivis kesetaraan gender perempuan dilihat sebagai individu, bukan sebagai anggota keluarga. Ada satu isu yang terus disebarkan yaitu perempuan menjadi subordinasi laki-laki. juga ada pembedaan-perbedaan yang membuat perempuan jadi terbatas, tidak eksis. Maka agama menjadi sebuah sumber yang mereka benci.
Melihat realitas yang ada harus ada upaya memperbaiki dan melindungi keluarga dari bahaya globalisasi. Sebuah rumah tangga Islami seharusnya memiliki fondasi dan tiang yang kokoh, sudah tidak perlu lagi terlalu sibuk memikirkan keluarganya sendiri, karena dengan tuntunan Islam rumah tangga Islami sudah beres dengan urusannya sendiri.
Dengan demikian ketika urusan internal sudah beres yang bisa dan harus dilakukan adalah upaya untuk menyebarkan nilai-nilai Islam yang menyelamatkan di dunia dan di akhirat serta membantu rumah tangga lain untuk menjadi keluarga yang Islami. Rumah tangga Islam harusnya sudah menjadi panutan, contoh baik bagi rumah tangga lain.
Ketahanan keluarga adalah sebuah program dakwah yang akan dan terus digencarkan. Ini adalah upaya membuat keluarga menjadi arus utama. Kita harus membuat arus tandingan, biarkanlah arus gender ada. Biarkan masyarakat menilai arus mana yang lebih baik : Arus Gender ataukah arus keluarga. Maka Pengarusutamaan keluarga (PUK) dilakukan dengan
cara: Penguatan Fikroh, Program Percontohan dan Rekayasa Kebijakan. Dan setiap perempuan, setiap ibu harus memiliki pemahaman ini.
nice info mak....penting banget buat saya sebagai ibu rumah tangga...
BalasHapusTerima kasih Mak sudah mampir... alhamdulillah kalo memang bermanfaat ^_^
Hapus