Belajar Menjadi Orang Tua Bijak dari KeluargaNabi Ibrahim AS Nabi Ibrahim AS adalah
sosok yang luar biasa, beliau dikenal sebagai ayahnya para nabi. Para nabi setelah beliau merupakan
keturunannya termasuk Nabi Muhammad SAW.
Sosok yang istimewa karena berhasil menjadikan keturunannya menjadi orang-orang
yang shalih. Nabi Ibrahim AS berhasil menjadikan para keturunannya
orang-orang yang terbaik di dunia.
Mengkaji ulang sejarah
terjadinya Idul Adha kita bisa melihat tiga tokoh sentral yang menjadi pemain
utama dalam kisah luar biasa ini. Ketiga
tokoh yang bisa kita teladani dari peristiwa ini adalah Nabi Ibrahim AS sang
ayah, Ismail AS sang anak dan Siti Hajar
sang ibu, istri dari nabi Ibrahim.
Sebuah keluarga yang menjadi tauladan bagi manusia sampai akhir zaman.
Ibrahim adalah sosok manusia yang dikenal dengan keimanan
yang sangat luar biasa, ia memiliki gelar dari Allah SWT Al Khalil yang artinya
kekasih Allah SWT. Selain itu ia pun sosok milyader yang sangat mencintai
Tuhan-nya. Dalam kitab Misykatul Anwar
disebutkan bahwa Ibrahim memiliki kekayaan 1000 ekor domba, 300 lembu dan 100
ekor unta. Dalam riyawat lain disebutkan
kekayaan Ibrahim mencapai 12.000 ekor ternak.
Kekayaan yang berlimpah
itu tidak membuat ia sombong dan lupa akan kedudukannya sebagai hamba. Ketika
ditanya milik siapakah harta kekayaan itu, Ibrahim menjawab bahwa semuanya
milik Allah hanya saat ini untuk sementara menjadi miliknya. Bila Allah memintanya kembali dengan rela ia akan
mengembalikan semuanya. Nabi Ibrahim pun
sempat berucap “Jangankan hartaku, kalau Ismail anakku yang sangat kusayangi
diminta Allah SWT, niscaya akan kuberikan…”
Ibrahim adalah sosok
utama dalam momentum sejarah umat Islam, dimulai dari proses pencarian Tuhan
Yang Maha Esa. Selanjutnya ia
menyebarkan keyakinan akan Allah sebagai satu-satunya Tuhan, kemudian prosesi pembangunan ka’bah,
terciptanya ibadah haji serta Idul Adha.
Ismail putra Ibrahim dari Siti Hajar sebagai tokoh
sentral kedua, dalam peristiwa Idul Adha adalah anak yang mempunyai tingkat
keyakinan dan keteguhan hati yang luar biasa.
Di usianya yang baru saja menginjak remaja, ia sudah begitu patuh dan
setia kepada permintaan dan perintah Tuhan nya serta orangtuanya.
Yang menjadi tokoh sentral
ketiga adalah Siti Hajar, istri kedua Ibrahim ibu Ismail. Siti Hajar adalah teladan bagi banyak
perempuan dalam mentaati perintah Tuhan, taat pada suami dan menyayangi
anaknya.
Tentu kita masih ingat
bagaimana Siti Hajar harus terlunta di gurun yang gersang dan panas bersama
anaknya yang masih bayi karena ketaatannya pada suami. Bagaimana ia harus berkeliling antara bukit
Safa dan Marwah demi mendapat pertolongan dan air minum untuk putranya, Ismail
yang sedang kehausan. Siti Hajar inilah tokoh sejarah yang mengawali
terbentuknya kota Mekah.
Ya, dengan mukjizat
dari Allah SWT maka keluarlah air zam-zam yang kemudian seiring dengan
perkembangan zaman tempat ini menjadi tempat yang subur makmur. Kota inilah yang kemudian kita kenal sebagai
Kota Mekah. Mereka bertiga itulah tokoh sentral yang mengawali berbagai sejarah
besar di dalam perjuangan umat Islam termasuk terjadinya Idul Adha ini.
Pelajaran dari Peristiwa Perintah Penyembelihan Ismail
Ada banyak pelajaran
atau ibroh yang bisa kita ambil dari peristiwa luar biasa yang melahirkan hari
besar untuk umat Islam ini. Salah satu diantaranya selain ketaqwaan dan
keimanan mereka yang luar biasa adalah hubungan yang terjalin baik antara orang
tua dan anaknya. Mari kita simak di dalam Al Qur’an bagaimana Nabi Ibrahim mengabarkan
perintah dari Allah SWT tentang mimpinya itu
Firman
Allah SWT dalam Surah Ash-Shaffat 102
Artinya:
“Maka tatkala anak itu (Ismail) telah sampai usianya dapat membantu Ibrahim,
maka Ibrahim berkata: “Wahai anakku, sesungguhnya saya bermimpi bahwa saya
disuruh menyembelihmu, maka bagaimana pendapatmu?” Si anak menjawab: “Wahai
ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan kepadamu, Insya Allah aku termasuk
orang yang sabar.”
Dari
dialog antara ayah dan anak tersebut kita
bisa melihat bagaimana orang tua dalam hal ini sang ayah tidak bersifat
otoriter dan melakukan doktrinasi kepada anaknya. Sang ayah membangun nilai-nilai edukasi dan
nilai–nilai musyawarah. Sementara sang
anak menggambarkan nilai-nilai kepatuhan dan ketaatan kepada orang tua dan
Khaliq-nya.
Tentu
saja kepatuhan dan ketaatan sang anak tidak serta merta terjadi begitu saja,
pasti hal itu adalah buah dari pendidikan dan tauladan yang baik dari kedua
orangtuanya. Komunikasi yang dibangun
antara anak dan orang tua atau sebaliknya menggambarkan sebuah komunikasi yang
harmonis. Sebuah potret keluarga Islami
yang sebenarnya, keduanya memiliki kadar keimanan yang kuat dan luar biasa.
Sebetulnya
saat mengabarkan perintah penyemblihan melalui mimpi yang berturut-turut itu
Nabi Ibrahim merasa sangat berat untuk menyampaikannya. Oleh karena itu ia
menyampaikannya secara cepat. Kemudian Nabi Ibrohim membisu, tertunduk dengan
wajah yang pucat, ia tak sanggup menatap wajah anaknya. Tapi yang dikatakan oleh Nabi Ismail ? Ia
berusaha menenangkan hati sang ayah dengan mengatakan
“Wahai
ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan kepadamu, Insya Allah aku termasuk
orang yang sabar.”
Jawaban yang kemudian membuat Nabi Ibrahim
tersontak dan kembali besemangat serta tidak ragu-ragu untuk mengambil
keputusan mematuhi perintah penyemblihan itu.
Buah dari kepatuhan dan kepasrahan akhirnya Allah menggantikan posisi
Ismail dengan hewan kurban. Inilah awal
dari anjuran ibadah berkurban.
Dari pelajaran di atas ada yang harus kita garis
bawahi bersama yaitu :
- 1. Bila menginginkan anak kita sholeh maka yang harus pertama kita lakukan adalah mendidik diri kita sendiri agar sholeh terlebih dahulu. Tauladan adalah hal yang sangat penting dalam mendidik anak-anak.
“Sungguh telah ada untuk kalian teladan yang
baik dalam diri Ibrahim dan orang-orang
yang bersamanya.” (al-Mumtahanah: 4)
- 2. Yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim selain memberikan suri tauladan yang baik, ternyata Nabiyullah Ibrahim juga berdo’a meminta dan bercita-cita dengan sungguh-sungguh agar diberi keturunan yang sholeh.
“Tuhanku, karuniakanlah untukku
(seorang anak) yang termasuk orang-orang shaleh.” (Ash Shaffat : 2)
“Ya Tuhanku, jadikanlah aku orang
yang menegakkan shalat, juga dari keturunanku. Ya Tuhan kami, kabulkanlah doaku.” (Ibrahim:
40)
- 3. Pelajaran lainnya kita dituntut untuk mengedepankan dialog yang didasarkan pada nilai-nilai ukhuwah Islamiyah. Nabi Ibrahim membuktikan bagaimana ia mengedepankan dialog atau musyawarah sebelum mengambil keputusan. Komunikasi seperti ini akan membentuk anak-anak dengan kepribadian yang baik dan penuh percaya diri karena ia merasa dihargai.
- 4. Dan pelajaran penting lainnya adalah mustahil kita mendapatkan sesuatu yang luar biasa tanpa ada pengorbanan. Untuk meraih atau menghasilkan sesuatu butuh pengorbanan dan perjuangan. Nabi Ibrohim AS telah mengorbankan waktunya untuk mentarbiyah istri dan anaknya hingga mereka memiliki ketakwaan dan ketabahan yang luar biasa.
Demikianlah pelajaran yang bisa kita ambil dari keluarga Nabi
Ismail, semoga kita semua bisa merefleksikannya dalam kehidupan keseharian kita
sehingga kita bisa membentuk keluarga yang sakinah mawadah warohmah yang
dilandasi oleh keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT.
“Hai orang-orang beriman,
peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…..” (QS At Thahrim 6).
Wallohu’alambishowab
Tulisan ini adalah artikel yang ditulis untuk sebuah buletin bulanan
Poin penting yang harus dijadikan landasan hidup sehari-hari ya Mba, sebagai umat muslim bagaimana harus senantiasa memiliki hati ya bersih, termasuk ke ikhlasan Ismail saat ayahnya Ibrahim bercerita tentang panggilan Allah untuk menyembelih dirinya.. subhanallah
BalasHapusMudah - mudahan kita bisa menjadi orang tua bijak yang bisa membimbing anak menuju ridho dan berkah Allah Subhanahu Wa ta'ala, aamiin
BalasHapusKisah Nabi Ibrahim bersama keluarganya ini sungguh kisah yang luar biasa ya Teh, banyak pelajaran hidup yang bisa kita pelajari dari kisah-kisah mereka.
BalasHapusKeluarga Ibrahim dipenuhi kebarokahan, semoga kita bisa meneladani ketaatan I=Nabi Ibrahim dan putranya Nabi Ismail
BalasHapusPembelajaran Iedul Adha, pada hakikatnya adalah pembelajaran bagaimana menyembelih ego.
BalasHapusKetaatan pada perintah Allah dg menyingkirkan ego
Kecolek banget sama tulisan mba, memang yaa klo saat kita punya harapan memiliki anak sholeh maka yang harus disholehkan terlebih dahulu adalah kita (orangtuanya)...
BalasHapusTiduk mudah menjadi orang tua zaman sekarang, saya belum punya pengalaman sih tapi saya yakin orang tua sekarang harus belajar lebih banyak dari anak agar bisa "mengimbangi" pertumbuhan dan perkembangan yang pesat
BalasHapusSebagai istri, Bunda Ismail ikut berperan pula ya dalam peristiwa ini
BalasHapusBetapa beliau sangat ikhlas. Gak kebayang emak-emak zaman now kalau anaknya mau diminta...
Kita dapat ambil ibrah yg baik y mba pasrah thrdap kputusan Allah maka akan Allah ganti dg nikmat yg luar biasa
BalasHapusSebagai orangtua tentunya harus bisa bijak ya mbak, dan kisah Nabi Ibrahim memang sangat memotivasi setiap orangtua agar bisa belajar banyak tentang pengorbanan dan taat pada Allah
BalasHapusmemang kisah nabi Ibrahim ini selalu mengajarkan kita jika kita harus taat kepada Allah, buktinya saja ia rela mengorbankan anaknya demi taat ia kepada Allah.. semoga kita semua bisa membangun keluarga yang taat kepada Allah.. aamiin
BalasHapusSubhanallah!
BalasHapusPelajaran berkurban ini memang memberi kita kesadaran untuk memanfaatkan hari raya Idul Adha untuk berbagi kebahagiaan kepada sesama yang membutuhkan pertolongan*
yah, teladan nabi Ibrahim dan Ismail memang akan menajdi teladan sepanjang masa, termasuk keikhlasan siti hajar, sampai akhir dunia pun be;ia akan disebut terus dan didoakan terus oleh seluruh umat manusia
BalasHapusTeladan sepanjang masa. Masya Allah pgn kaya Hajar yang gak baperan :')
BalasHapusKalau mau anak sholeh sholehah kta dulu yg jd baik ya mbak. Postingannya bagus banget mbak. Aku banyak kurangnya :(
BalasHapusTapi dr tulisna ini bisa belajar banyak cara bersikap jd ortu TFS