Dulu saya sering kesal dan galau juga menghadapi anak-anak, seiring berjalan waktu saya makin menyadari kesalahan yang telah saya lakukan, dan itu karena memang pengalaman adalah guru yang terbaik. Saya dulu sempat kesal dengan anak sulung yang katanya hasil tes intelegensi nya dinyatakan sebagai anak jenius. Tapi dia sama sekali tidak suka pelajaran menghitung, mungkin kekesalan saya pun terbaca olehnya hingga ia pun meragukan kemampuan otaknya. Dan sebagai balasan atas 'kebodohan saya' susah sekali akhirnya saya memahamkan bahwa dirinya memang pinter.
Ternyata pemahaman kita bahwa cerdas artinya jago matematika, jago menghitung akhirnya jadi merusak harga diri anak. Kita sering bilang bahwa BJ Habibie itu jenius, sementara jarang sekali yang mengatakan bahwa Rudi Hartono yang juara All Englands tujuh kali berturut-turut itu seorang yang jenius juga. Itu karena pemahaman kita bahwa anak yang cerdas adalah yang cerdas akademisnya. Sementara kecerdasan di bidang lain jarang kita apreasiasi sebagai sebuah bentuk kecerdasan.
FOKUS PADA KELEBIHAN ANAK
Dalam mengoptimalkan potensi anak seharusnya kita sebagai orang tua fokus pada kelebihan anak. Saya tidak perlu kecewa ketika anak saya tidak suka berhitung dan nilai matematikanya tidak optimal misalnya, meski sebenarnya dia mampu karena waktu SD bisa nilai maksimal di raport. Saya seharusnya melihat bagaimana si sulung usia kelas satu sudah bisa membuat email sendiri tanpa diajarkan, bisa menang berbagai hadiah dari internet karena proaktif ikutan lomba di internet tanpa diketahui orang tuanya. Itu menunjukkan anak memiliki kreativitas yang tinggi.
Kelas tiga tiba-tiba saja saya dikejutkan dengan teriakan kegembiraannya karena cerpennya diterbitkan di koran. Kelas empat tiba-tiba saja dia minta tulisannya dikirimkan kelas lima terbitlah novel anak pertamanya. Dan semua itu tanpa bimbingan orang tuanya. Anakku kubiarkan berselancar di internet sesuka hatinya. Sampai beberapa teman saya yang datang ke rumah mengingatkan saya akan bahaya internet untuk anak-anak Untungnya anak-anak basic agamanya cukup bagus jadi internet dimanfaatkan untuk hal yang positif.
MEMBRANDING ANAK DENGAN HAL YANG POSITIF
Di situ mungkin letak kejeniusan anak saya, bukan pada hitung menghitung seperti pada pelajaran matematika, kimia atau fisika. Mungkin contoh si sulung terlalu ekstrim ya hehe... Baiklah, jadi maksud saya hargailah sekecil apa pun prestasinya di rumah. Peka lah terhadap sesuatu yang mungkin kita anggap remeh tetapi sebetulnya di matanya itu hal yang luar biasa. Dan dia membutuhkan reward, apresiasi dari kita.
Apresiasi dari kita sebagai orang terdekatnya akan membuat mereka merasa dihargai dan percaya bahwa dirinya memang berharga. Sayangnya kebanyakan orang tua lebih banyak memberikan perhatian saat anak melakukan kesalahan-kesalahan. Sehingga terkadang anak yang membutuhkan perhatian sering memancing kita dengan kesalahan yang dilakukannya karena itu akan mengundang perhatian kita sebagai orang tuanya.
Jadi untuk mengotimalkan potensinya, anak membutuhkan reward, berupa perhatian dan apresiasi kita orang terdekatnya. Dengan perhatian dan apresiasi dari kita anak akan semakin bersemangat dan yakin akan dirinya.
MEMBIARKANNYA MENGEKSPLOR BANYAK HAL
Terkadang kita kesulitan melihat potensi anak kita karena tidak ada prestasi anak kita yang menonjol. Ini bisa berarti kita kurang peka, atau mungkin memang bakat anak belum tereksplor dengan baik. Berilah kesempatan anak-anak untuk bereksplorasi sebanyak-banyaknya hingga bisa terlihat kecenderungannya. Kalau sudah terlihat minat dan kemampuannya seiring dan sejalan itu pertanda baik bagi kita untuk fokus di sana.
JANGAN MEMAKAI STANDAR ORANG TUA
Saya pernah kesal dengan orang yang terkenal galak dan streng dalam hubungan organisasi. Dia memakai standar dirinya sendiri sebagai makhluk yang memang dikarunia Allah SWT kecerdasan dan kesempatan untuk kuliah di luar negeri. Padahal tidak semua orang memiliki pengetahuan dan habbit seperti dia. Harusnya lebih luweslah karena hubungan di organisasi bukan antar buruh dan majikan. Pun kalau pun iya, jangan sampai kita memberi standar kita sebagai diri yang memang lebih kapabel dibanding pegawai kita misalnya.
Demikian pula dengan anak kita, seharusnya kita lebih menghormati mereka sebagai seorang anak. Dimana dari segi pengetahuan, pengalaman dan lainnya mungkin masih jauh di bawah kita jam terbangnya. Harus sering memaklumi dan lebih luwes menyikapi kesalahan dan kekurangan yang mereka lakukan. Terkadang bahkan anak cerminan diri kita, ketika dia melakukan sesuatu yang tidak kita sukai Siapa tahu dia meniru dari diri kita orang tuaya.
Kembangkanlah Anak Kita Kuburlah Kelemahannya....
Kondisi terbaik adalah saat anak-anak kita masih bisa memberi manfaat untuk orang-orang di sekitarnya dalam kehidupannya. Minimalnya bisa mengurusi dirinya sendiri kemudian bergerak ke lingkungan yang lebih luas, orang tuanya, lingkungan rumah, teman-temannya dan lain sebagainya. Benefit yang dimiliki seseorang harus diartikan lebih luas lagi misalnya menghasilkan ide cemerlang, karya nyata, memberi inspirasi sampai pada hanya memberi senyum untuk orang di sekitarnya.
Jika ternyata ada orang yang memiliki hambatan tetapi kemudian orang tersebut menemukan kondisi terbaiknya maka benarlah adanya bahwa tidak ada manusia yang bodoh. Percayalah ketika seorang anak di vonis Autis, ADHD, Down syndrom dan sederet label lainnya itu hanya satu cluster yang rusak. Masih banyak cluster lainnya yang harus dan bisa kita munculkan.
Sedikit tulisan tentang Tips Mengoptimalkan Potensi Anak ini semoga ada manfaatnya untuk diri saya pribadi dan teman-teman yang membutuhkannya :)
Jangan memakai standar orang tua. Aku setuju banget dengan ini. Karena, zaman telah banyak sekali berubah.. So, didiklah anak-anak kita dengan pendidikan yang berbeda dengan zaman kita..
BalasHapusNah iya bund bener banget. Kemampuan anak itu kan beda-beda. Kebanyakan orang kalau menilai kepintaran pasti dengan kemampuan berhitung, berpikir dan lain sebagainya. Padahal potensi anak bisa saja dengan bernyanyi, sport atau menggambar. Semoga yang kayak gini bisa jadi pelajaran para orangtua kalau kepintaran itu beda2.
BalasHapusBetul juga ya, banyak orang tua yang menggunakan standar orang tua pada anaknya dan mengganggap cerdas itu berarti kemampuan luar biasa di bidang akademik. Padahal cerdas itu bisa berasal di bidang apapun sesuai bakat dan potensi anak.
BalasHapusSumpah pengen banget belajar manah hahaha. Naik kuda udah berenang udah. Sukses buat anakmu ya mva Ida
BalasHapusKeren deh tipsnya. Boleh-boleh ya aku adopsi beberapa. Salutlah dengan anak-anak Teh Ida mah. Pada soleh dan soleha, berprestasi pula. :)
BalasHapusKeren banget mbak anaknya. Usia 5 SD aku masih main gundu kayaknya, anak mbak udah nerbitin buku. Setuju banget sih mbak kalau setiap anak punya kecerdasan yang berbeda dan tidak seharusnya kita membandingkannya satu sama lain.
BalasHapusTeknik Bunda Ida kepada anaknya, jadi masukan buat saya kelak nih, karena nggak selamanya internet jelek yah yang penting dibatasi dan bijak buat anak-anak
BalasHapuspenting nih, membranding anak dengan hal-hal yang positif supaya anak juga tangguh dan kuat yaah, ga lemah apalagi bermental kalah
BalasHapusIya dibalik kekurangan anak pasti ada banyak sekali kelebihannya yang harus dikembangkan, makasih teh ida sharingnya
BalasHapusSejak dini memang orangtua harus bisa mengetahui dan mengoptimalkan potensi anak. Supaya ketahuan anak itu maunya seperti apa dan cita-citanya apa.
BalasHapusYg ada di foto anak teh ida yang keberapa, teh? Maghfira bukan? Anak teh ida pinter-pinter semua. Yg bungsu udah kelas berapa, teh? Terakhir ketemu kapan ya asa udah lama pisan
BalasHapusIya yang di foto si bungsu Teh Ulu... Maghfira tea.. udah kelas 6 sekarang, iya ya udah lama ga ketemu hehe....
HapusBener banget Teh Ida jangan samakan sama standar dan zaman muda kita hahha btw kenapa sekarang ngga mobile friendly tampilannya😆
BalasHapusTerima kasih tipsnya, Bu.
BalasHapussalah satu ilmu parenting itu adalah menggunakan kacamata anak ya teh.
BalasHapussemoga anak2nya teh ida semakin cerdas dan shalih-shalihah
Salutttt...hebat. Aku pengen belajar memanah juga mbak... aku pengen anakku juga bisa memanah dan berkuda... ah bener2 motivasi nih setelah baca artikel ini
BalasHapusAku bljr banyak dr teh ida ttg pendidikan anak. Alhamdulillah yg besar sdh bs mandiri sekolah di negeri org ya teh
BalasHapuskomplek sekali ya potensi anaknya. semua bisa membantu keseimbangan otakl kiri dan kanan. nanti biasanya akan mengerucut dan bener bener ditejuni. Orang tua berperan sekali untuk mengarahkan
BalasHapusIya juga sih Teh, aku harus terus belajar nih
BalasHapusDek Maghfira emang bakatnya keren.. semoga bisa mengikuti jejak kakaknya ya yang kuliah di Turkey. Aamiin
BalasHapusmem-branding anak, menarik ini... memanglah kita sebagai orangtua utamanya memfasilitasi, mengarahkan, dan memantau.. selebihnya, biar anak putuskan sesuai minat
BalasHapusAh teh Ida, makasih banyak artikelnya telah menjawab kegalauan saya juga, hikss..sedih rasanya kalau anak dicap begini begitu lalu sebagai orangtua malah jadi orang yang pertama meragukannya, smeoga saya bisa seperti reh ida bisa mengoptimalkan kecerdasan anak-anak
BalasHapusSepakat,Teh. Standar kita kadang dipengaruhi orang2 di sekitar. Keluarga besar, tetangga, teman2 sekolah&kuliah. Kadang faktor eksternal itu yg menekan kita sbg orangtua.
BalasHapusSebagai orang tua memang kita harus peka terhadap perkembangan bakat dan minat anak.. Sehingga kita bisa memberi ruang pada anak untuk berkreasi dan eksplorasi bakatnya masing2..
BalasHapusMakasih ya, Teh. Tipsnya bermanfaat banget. Semoga bisa praktikin.
BalasHapusIya banget teh Ida.
BalasHapusTanpa sadar orang tua sering menuntut lebih
Padahal kalo standar tsb diterapkan ke kita, belum tentu mampu :D
Betul banget Teh, udah gak jaman ngelabeli anak bodoh & sejenisnya hanya Krn ga menonjol di satu bidang. Semoga makin byk ortu yg sadar utk menghargai anak sesuai potensinya.
BalasHapusSetuju!
BalasHapusSebagai orangtua memang harus selalu gali potensi yang ada pada anak. Semog para orangtua bisa lebih bijak dalam mendidik anak-anaknya*