Kental Manis Bukanlah Susu Sudah lama tidak bertemu secara offline dengan teman-teman blogger Bandung, alhamdulillah kesempatan untuk kumpul offline itu datang juga. Pertemuan yang menyenangkan karena akhirnya kami bertemu dalam sebuah acara keren. Banyak ilmu yang didapat terutama mengingatkan kembali tentang PR kita bersama, tentang kondisi gizi anak-anak Indonesia.
Yup hari itu Kamis, 10 Agustus 2022 kami berkumpul di acara Seminar Nasional yang bertajuk "Penguatan Peran Edukasi Bidan untuk Masyarakat dalam Rangka Mencegah Terjadinya Gizi Buruk. Acara asyik ini bertempat di lantai 9 FaveHotel Hyper Squere Jalan Pasir Kaliki No 25-27 Bandung.
Sekilas tentang YAICI
Tentu saja saya bersemangat mengikuti acara ini, pagi-pagi pukul delapan lebih sedikit sudah sampai di lokasi. Di lift ketemu seorang ibu yang ternyata peserta acara seminar yang ngajak ngobrol, eh ternyata sama-sama berasal dari Cimahi, beliau seorang bidan ternyata.
Ya, tentu saja saya akan bertemu dengan banyak bidan di sini karena acara ini digelar oleh YAICI bekerja sama dengan PD Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Jawa Barat. Katanya sih akan hadir 100 bidan yang menghadiri secara langsung acara ini.
Oh ya teman-teman YAICI sedikit Cerita Ida perkenalkan tentang YAICI ya, mungkin ada di antara teman-teman yang belum mengenal yayasan ini. YAICI itu singkatan dari Yayasan Abhipraya Insan Cendikia, sebuah yayasan yang didirikan beberapa perempuan yag peduli dengan kondisi sebagian besar anak-anak dan perempuan di Indonesia yang tinggal dengan standar kesehatan, pendidikan dan lingkungan yang minim.
Yayasan yang berdiri pada tanggal 28 Juli 2017 ini didirikan dengan tujuan meningkatkan derajat kesehatan dan pengetahuan perempuan Indonesia yang merupakan ujung tombak dalam keluarga. Sehingga diharapkan akan menumbuhkan anak-anak yang sehat, cerdas dan berbudi luhur.
YAICI bersentuhan dengan dunia CSR, bergerak bekerja sama dengan korporasi dan organisasi massa yang mempunyai tanggung jawab sosial kepada masyarakat. Dengan kualitas SDM dan jaringan yang dimilikinya selama ini YAICI telah berhasil berkiprah mendorong terwujudnya masyarakat Indonesia yang berkualitas.
Seminar Nasional Penguatan Peran Edukasi Bidan untuk Masyarakat dalam Rangka Mencegah Terjadinya Gizi Buruk
Seminar yang kali ini juga yang dihadiri oleh 2000 bidan di Jawa Barat secara hybrid (online dan offline) juga oleh media dan juga blogger bertujuan untuk meningkatkan kapasitas anggota bidan provinsi Jawa Barat dalam rangka mendukung percepatan penurunan angka stunting hingga 14% yang menjadi prioritas pemerintah di tahun 2024.
Untuk itulah upaya pencegahan stunting berupa edukasi gizi yang langsung menyasar ke masyarakat umum perlu terus dilakukan. Bidan merupakan profesi yang dekat dengan masyarakat, sudah semestinya bisa memberikan edukasi gizi yang tepat kepada masyarakat.
Kemampuan komunikasi serta literasi gizi dan juga kemampuan akademis yang dimiliki para bidan ini cukup menjadi bekal yang dapat menghantarkan bidan menjadi lini terdepan dalam membentuk generasi emas yang dicita-citakan.
Seminar Nasional kali ini menghadirkan para narasumber yang mumpuni serta memiliki kepakaran di bidangnya masing-masing. Hadir sebagai keynot speaker dr. Berli Hamdani Gelung Sakti, MPPM yang mewakili gubernur Jawa Barat yang berhalangan hadir. Dokter Berli sendiri merupakan Staf Ahli Gubernur Bidang Ekonomi dan Pembangunan.
Di awal seminar nasional ini terungkap bahwa status kesehatan Indonesia saat ini masih dihadapkan dengan berbagai permasalahan. Selain tingginya penyakit tidak menular dan masih belum teratasinya penyakit menular, Indonesia juga saat ini mengalami masalah permasalahan gizi kurang atau stunting dan gizi lebih atau obesitas.
Terungkap pula berdasarkan data survei Studi Gizi Indonesia (SSGI) 2021 menyebutkan prevalensi stunting sebesar 24,4%. Angka ini cukup jauh dari angka prevalensi yang ditargetkan dalam RPJMN 2020-2024 yaitu sebesar 14%.
Menurut Arif Hidayat yang saat ini menjabat sebagai ketua harian YAICI yang tampil sebagai pembicara pertama di seminar nasional ini mengungkapkan bahwa hal tersebut tidak terlepas dari rendahnya tingkat literasi gizi masyarakat kita.
Hal ini terbukti dari masih banyaknya ditemukan pola pengasuhan dan pemberian makanan kepada anak hanya berdasarkan kebiasan yang berlangsung turun menurun dari orang tua mereka. Seperti misalnya pemahaman salah kaprah tentang kental manis yang dianggap susu. Tentu saja kental manis bukanlah susu. Selama ini kental manis di masyarakat umum dikenal sebagai susu kaleng.
Kental manis yang seyogyanya dipakai untuk toping olahan makanan dijadikan sebagai minuman susu balita bahkan ada yang menggunakannya sebagai minuman pengganti ASI. Ini mungkin salah satu dampak dari semenjak dulu kental manis diiklankan sebagai minuman bergizi untuk anak.
Kental manis bukanlah produk minuman susu, bukan pengganti ASI juga justru kental manis menjadi salah satu penyebab terjadinya anak dengan gizi buruk. Kental manis menjadi salah satu penyebab terjadinya permasalahan stunting dan diabetes.
Pada kesempatan itu Arif juga mengungkapkan bahwa upaya pencegahan stunting berupa edukasi gizi yang menyasar langsung ke masyarakat terus menerus dilakukan. Ini penting dilakukan karena berdasarkan hasil pencarian fakta di 6 wilayah di Jabodetabek ditemukan fakta bahwa 99% anak balita mengosumsi kental manis selepas ASI bahkan menjadikannya sebagai pengganti ASI.
“Memastikan pemenuhan kebutuhan gizi ibu saat hamil, memastikan inisiasi menyusui dini, pemberian ASI hingga pada saat MPASI nanti. Disini juga penting, saat anak mulai dikenalkan dengan makanan lain selain ASI, bidan harus menginformasikan apa saja yang bolah dan tidak boleh. Jangan sampai bidan membiarkan masyarakat menambahkan susu jenis kental manis dalam menu MPASI, atau memberikan susu jenis kental manis sebagai minuman susu untuk balita,” jelas Arif Hidayat.
"Bidan harus paham peraturan seputar kesehatan terutama soal gizi terlebih saat memberikan edukasi asupan gizi yang optimal, lengkap dan seimbang melalui berbagai kegiatan inovatif. Hal ini juga untuk mencegah agar balita di tahun 2023/2024 saat diukur, rendah di bawah 14%" tegas dr. Alma.
Pembicara ketiga Khalida yurahmi, S Psi, M Psi, Psikolog Klinis Dewasa memberikan paparan tentang peran bidan dari sisi psikologis untuk pasien. Di kesempatan itu Khalida mengungkapkan bahwa masalah stunting bisa juga terjadi berawal dari permasalahan kondisi psikologis para calon ibu atau ibu muda seperti perasaan cemas dan depresi.
Sebagai pembicara pamungkas ada penulis dan pegiat literasi Maman Suherman yang menjelaskan bahwa literasi gizi di kalangan ibu rumah tangga harus dilakukan. Seperti misalnya saat membaca komposisi yang tertera dalam produk susu yang akan dibeli.
"Kita bukan musuhin produk susu yang beredar di masyarakat, namun kental manis yang mereka jual itu sangat berbahaya untuk anak-anak. Karena kandungan komposisi yang ada di dalamnya itu lebih banyak gulanya" Papar Maman, ia pun mengingatkan agar para bida selalu membaca label kemasan sebelum memberi produk.
Mudah-mudahan saja dengan banyaknya edukasi yang diberikan kepada masyarakat oleh para bidan dan semua pihak yang peduli dengan anak-anak Indonesia sedikit demi sedikit bisa mengurangi bahkan menghilangkan permasalahan gizi di Indonesia sehingga generasi emas yang dicita-citakan bisa kita raih.
Nah teman-teman ukup sekian dulu ya tulisan Cerita Ida kali ini yang berjudul Kental Manis Bukanlah Susu semoga bermanfaat untuk siapa pun yang sudah membaca tulisan ini ya....Sampai juga lagi di tulisan Cerita Ida selanjutnya.
iya inget zaman dulu deh, anak bayi balita malah dikasih susu kental manis, padahal sekarang terungkap bahwa SKM itu memang bukan susu yang bisa dikonsumsi terus menerus apalagi sebagai pengganti ASI, SKM biasa buat topping aja sih kalau di rumah, dan anak2 udah cukup paham soal penggunaan SKM
BalasHapuspenting banget edukasi ini agar para ibu enggak terjebak dengan harga lebih murah padahal nilai gizinya sangat rendah, ya
BalasHapusBagus nih edukasinya, jadi ibu2 lebih paham klu skm BB bukan susu. Thanks infonya
BalasHapusHarga yang lebih murah memang menjadikan SKM sebagai pilihan, ditambah anak-anak yg sudah pernah mencicipi SKM pasti lebih memilih kental manis dibandingkan susu pertumbuhan mereka. Solusinya di rumah ya memang jangan sediakan kental manis di rumah, tapi saya masih sedia sih :D Bukan buat diminum, tapi buat pengganti santan, hahahhahahhahaa
BalasHapusNah ini saya juga baru tahu ternyata kental manis itu bukan susu, padahal banyak ya kak yang menggantikan susu dengan kental manis ini. Makanya perlu jeli banget ya kita biar tidak salah.
BalasHapusmerubah mindset atau salah kaprah itu memang butuh waktu ya mba..termasuk ttg kental manis yg dulu kita sebut SKM ini.. trmksh sharingnya mba..
BalasHapusbetul banget mba.. it takes some times untuk meningkatkan pengetahuan dan awareness kita semua akan kandungan SKM. Ayo kita pahami bersama dan pilih makanan yang bergizi untuk anak - anak
BalasHapusMasih banyak.memang ya, yang belum paham tentang susu kental manis ini apalagi para ibu yang tinggal di daerah atau desa. Peran tenaga kesehatan dan pemda juga masyarakat yg sdh tau untuk memberitahu atau mengedukasi
BalasHapusSKM memang nikmat sekali ya, teh..
BalasHapusRasa manisnya yang mewarnai makanan atau minuman, sebaiknya tetap bijak dalam konsumsinya. Gak berlebihan dan tepat.
Ini jarus banyak disounding soal SKM bukan susu, karena banyak banget ibu yang belum paham. Kayak kasus familyku anaknya jadi obes masih balita
BalasHapusALhamdulillah, ini juga acara offline pertama saya semenjak pandemi bersama Blogger Bandung. Dan memang merasakan banget insight dari seminar ini terutama persoalan stigma/persepsi masyarakat tentang kental manis = susu.
BalasHapusUntuk 'melawan' iklan yang sudah ratusan tahun, memang perlu edukasi semacam ini yang nggak kalah masif-nya juga.
Permasalahan stunting ini memang tidak mudah ya untuk diatasi, butuh kerjasama dan pastinya kesadaran masyarakatnya juga. Semangat, kita bisa cegah stunting
BalasHapusSKM emang ternyata bukan susu sepenuhnya ya, ada sih susu nya tapi gak sebanyak susu asli dan emang digunakan sebagai toping atau campuran bahan membuat makanan dan minuman. makanya namanya tetep susu kental manis. dari namanya aja udah jelas, susu kental dan manis. susu asli kan rasanya agak pahang gitu dan gak manis. bijaknya sih emang boleh aja konsumsi SKM sesuai takaran dan gak too much apalagi kalau sampai jadi pengganti sufor juga sih apalagi ASI, gula semua itu, iihhh. bagus nih ada event YAICI seperti ini, banyak masyarakat yang harus tahu fungsi sesungguhnya SKM biar gak salah kaprah dan penggunaan.
BalasHapusBenar sih teh, literasi gizi kita memang kurang dan edukasi gizi pun juga terbatas.
BalasHapusInget dulu zaman awal punya anak bingung juga asupan apa yang benar dan tidak yang harusnya diberikan, disisi lain ortu tetap kekeh dengan pola makan bayi seperti yang dulu beliau berikan pada kami.
Bener banget tuh, kental manis itu bahaya. Gulanya banyak banget, makanya sekarang banyak anak-anak yang udah kena diabetes. Karena edukasi ortunya yang kurang. Niat hati mau kasih susu yang bergizi, tapi malah bikin penyakit, huhu
BalasHapus